Dari Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf rahimahullah dia berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَى
جَنَازَةٍ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قَالَ لِيَعْلَمُوا أَنَّهَا
سُنَّةٌ
“Aku shalat di belakang Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma pada suatu
jenazah, lalu ia membaca surat Al Fatihah. Lalu beliau berkata, “Agar
orang-orang tahu bahwa itu (membaca Al-Fatihah dalam shalat jenazah)
adalah sunah.” (HR. Al-Bukhari no. 1335)
Auf bin Malik radhiallahu anhu berkata:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْ دُعَائِهِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ
مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ
الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ
وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ
وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ حَتَّى تَمَنَّيْتُ
أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ
“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menshalatkan
jenazah, dan saya hafal do’a yang beliau ucapkan: “ALLAHUMMAGHFIR LAHU,
WARHAMHU, WA ‘AAFIHI, WA’FU ‘ANHU. WA AKRIM NUZULAHU, WA WASSI’
MUDKHALAHU. WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI, WA NAQQIHI MINAL
KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADHA MINAD DANASI. WA ABDILHU
DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI, WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI, WA ZAUJAN
KHAIRAN MIN ZAUJIHI. WA ADKHILHUL JANNATA, WA A’IDZHU MIN ‘ADZAABIL
QABRI, AU MIN ‘ADZAABIN NAAR. (Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya,
kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat
kembalinya, lapangkan kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air, salju, dan
air yang sejuk, dan bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana
Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Gantilah rumahnya
-di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah
keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan istri di
dunia dengan istri yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan
lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).” Hingga saya
(Auf) berangan-angan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.” (HR. Muslim no. 963)
Penjelasan ringkas:
Sudah diterangkan pada dua artikel sebelumnya dalam ‘Kaifiat Shalat
Jenazah’ bahwa shalat jenazah terdiri dari 4 kali takbir. Adapun
perinciannya, maka disebutkan dalam hadits Abu Umamah Sahl bin Hunaif
radhiallahu anhu dimana beliau berkata:
السنة في الصلاة على الجنازة أن يكبر ثم يقرأ بأم القرآن ثم يصلي
على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يخلص الدعاء للميت ولا يقرأ إلا في الأولى
“Yang menjadi sunnah dalam shalat jenazah adalah bertakbir (yang
pertama) lalu membaca Al-Fatihah, kemudian (pada takbir kedua)
bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian (pada
takbir ketiga) mendoakan jenazah. Tidak boleh membaca Al-Qur`an kecuali
pada takbir yang pertama.” (HR. Al-Hakim: 1/360, Al-Baihaqi: 4/39, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz hal. 121)
Sementara pada takbir yang keempat tidak disyariatkan untuk membaca
apa-apa karena tidak adanya dalil yang shahih dalam permasalahan. Jadi,
setelah takbir yang keempat langsung salam.
Maka hadits Abu Umamah di atas merinci dua hadits (hadits Ibnu Abbas
dan Anas) yang kami bawakan di atas. Yaitu bahwa Al-Fatihah dibaca pada
takbir pertama dan doa kepada jenazah dibaca pada takbir yang ketiga.
Adapun lafazh shalawat pada takbir yang kedua, maka disyariatkan untuk membaca shalawat yang biasa dibaca di dalam shalat. Wallahu a’lam.
source: http://al-atsariyyah.com/bacaan-dalam-shalat-jenazah.html
0 comments